Prof. Dr. Sutjipto Guru Besar UNJ
Mengembangkan Potensi Anak melalui Desa Pendidikan
Salah satu poin dalam Tri Darma perguruan tinggi ialah
pengabdian masyarakat. Teori yang diperoleh di kampus dapat digunakan untuk
membantu masyarakat. Hal itu yang mendorong kelompok mahasiswa Fakultas Ilmu
Sosial membentuk Desa Pendidikan.
Menurut Rachmat Suryadiansya selaku Kepala Sekolah Desa
Pendidikan, organisadi ini didirikan sejak 2012. Tujuannya untuk menyediakan
tempat belajar anak-anak yang putus sekolah. Sebagian besar anak yang tidak
melanjutkan sekolah disebabkan masalah biaya. Selain itu, Desa Pendidikan juga
ingin memperbaiki moral anak-anak yang suka ikut tauran. "Oleh karena itu,
kita ingin menumbuhkan semangat belajar," kata Rachmat.
Tiap Sabtu, Desa Pendidikan membuka kelas untuk semua jenjang
pendidikan di Yayasan al-wardah Jl. Raya Bekasi
Rt.006 Rw 01 no.27, Rawa Terate, Pulogadung, Jakarta Timur. "Dibuka
untuk anak paud hingga smp kelas
7," kata mahasiswa Program Studi (prodi) pendidikan Sosiologi 2017 ini.
Bagi Rachmat , pendidikan seharusnya mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Karena itu,
perlu mengembangkan sikap mandiri masyarakat. "Organisasi ini tidak
hanya fokus ke pendidikan dan pengajaran, tetapi juga ke pemberdayaan masyarakat,"
kata Rachmat.
Lulu Elka Kautsar selaku ketua divisi kurikulum mengatakan
konsep pendidikan desa pendidikan, menggunakan konsep pendidikan Ki Hadjar
Dewantara. Ia menerangkan pendidikan seharusnya mampu mengembangkan potensi
yang ada dalam diri anak. Pendidikan juga perlu membentuk akhlak yang baik dan
mengasah kemampuan berpikir.
"Jadi, tujuannya agar murid memiliki akhlak baik dan
juga cerdas," kata Lulu.
Di desa pendidikan murid diberikan pelajaran mengenai
olahraga, ilmu agama, dan seni. Juga diberikan pelajaran meningkatkan kognitif
murid, yaitu pelajaran matematika, Ipa, dan Bahasa Inggris. Tujuanya untuk
menyeimbangkan fungsi otak kanan dan otak kiri.
"Otak kiri itu tempat berkembangnya IQ bisa dikembangin
dgn cara belajar formal, seperti matematika dan Ipa. Kalo otak kanan itu lebih ke
EQ atau emosional dan sosial. Mereka dapat dikembangkan dgn pendidikan
karakter, minat dan bakat," kata Lulu.
Untuk dapat mencapai tujuan itu, pengajar perlu memberikan
kenyamanan bagi anak.
"Kalo di sekolah
formal, gaya belajar lebih serius, Desa Pendidikan lebih santai belajarnya.
Kadang ada permainan tapi harus sesuai dengan materi pelajaran. Yang penting
membangun dialog dengan anak dan buat nyaman," kata mahasiswa prodi
Pendidikan Kewarnegaraan ini.
Faisal Harun, mahasiswa prodi Pendidikan Sejarah 2015,
memberikan apresiasi kepada Desa Pendidikan. Sebab, menurutnya banyak mahasiswa
di UNJ yang tidak mampu mengimplementasikan teori yang di dapat di ruang kelas.
Padahal, sebagai mahasiswa LPTK, mereka seharusnya dapat menjadi guru yang
mencetak penerus bangsa. "Bangsa yang besar, memiliki guru yang mampu
menimbulkan pemikiran kritis anak," kata Harun.