Prof. Dr. H. A. R. Tilaar Tutup Usia

Pakar Pendidikan Nasional sekaligus Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yakni Prof. Dr.  Henry Alexis Rudolf (HAR) Tilaar tutup usia. Suami dari Pengusaha Martha Tilaar ini, meninggal pukul 10.48 WIB, Rabu (30/10) di usia 87 tahun. Selanjutnya Tilaar disemayamkan di Rumah Duka Sentosa, RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.

Prof. Dr. Bedjo Sujanto, Prof. Dr. Supriyanto, Dr. Muhammad Yusro dan kolega sedang melayat Prof Tilaar di Rumah Duka. Foto: Dr. Muh. Yusro

Sebelumnya, Tilaar sempat di bawa ke Rumah Sakit karena kerap kali sesak napas.

H. A. R Tilaar dan Pendidikan di Indonesia

Semasa hidupnya, HAAR Tilaar dikenal sebagai tokoh pendidikan Indonesia yang kerap menawarkan konsep pendidikan untuk kemajuan bangsa. Ia pernah menjabat sebagai staf Bappenas. Sejak 1997, ia pun sudah menjadi Guru Besar UNJ. Pada Dies Natalies UNJ 2018, ia dianugrahkan Lifetime Achievement Awards atas dedikasinya dalam dunia pendidikan.

Tilaar dikenal sebagai tokoh pendidikan yang mampu menawarkan konsep pendidikan alternatif untuk bangsa Indonesia. Satu dari sekian banyak konsep itu bernama pedagogik transformatif yang dicetuskan sejak 2002.

Pedagogik transformatif berupaya menimbulkan kesadaran individu sebagai insan yang berpikir. Individu memiliki kehendak bebas dalam menghadapi masalah yang ada. Selain itu, individu perlu ikut serta di dalam perubahan sosial. Tujuannya untuk menyadarkan dan mengembangkan potensi individu dalam bermasyarakat.

Perkembangan Pemikiran H. A. R Tilaar

Di Forum Diskusi Reboan Pendidikan UNJ berjudul  “Telaah Pemikiran Pendidikan Prof. Dr HAAR Tilaar”, (8/5/19), Penulis Skripsi Pemikiran H. A. R Tilaar, Indra Gunawan menyatakan pemikiran pendidikan Tilaar tidak terlepas dari situasi dan kondisi zaman.

Di 1970-an, Orde Baru menerapkan sistem pendidikan yang represif. Sistem pendidikan seperti itu, diprotes oleh kalangan pemuda. “Pemuda mulai melakukan kritik terhadap sistem pendidikan Orde Baru,” kata Indra.

Situasi itu mendorong Tilaar, melahirkan pemikiran pendidikan alternatif yang disebut Pedagogik Ekosferis. Menurut Indra, konsep ini memperhitungkan pengaruh lingkungan sekitar dalam perkembangan peserta didik. Tujuannya agar peserta didik tidak asing dengan lingkungan sekitarnya. Jadi, pendidikan tak hanya didapatkan di lingkungan sekolah saja.

Kemudian, pada 1980an, Tilaar menyoroti ilmu pendidikan Indonesia sekedar teknikalitas kelas dan masalah metodologi saja. Padahal, proses pendidikan itu mempunyai pengertian sempit. Seharusnya pendidikan berbicara mengenai masyarakat dan bangsa.

Mengetahui hal itu, ia kembali melahirkan konsep pendidikan alfernatif, yakni pedagogik futurisme. Sebetulnya, pedagogik futurisme masih senapas dengan pemikiran pedagogik ekosferis. Pendidikan harus memperhatikan hubungan sosial, ekonomi, dan politik masyarakat. Namun, futurisme menekankan pentingnya pendidikan untuk masa depan peserta didik.

Selanjutnya, di 1990-an, Tilaar mulai menyadari kaitan kuat antara pendidikan dan politik. Baginya, pendidikan tidak bisa dilepaskan dari konstelasi politik dan dominasi suatu golongan.

Perlu ada pendekatan baru agar pendidikan mampu menimbulkan kesadaran individu atas posisinya di masyarakat. Oleh karena itu, Tilaar menganjurkan pendekatan ilmu-ilmu sosial dalam merumuskan konsep pendidikan. “Pendidikan harus bisa menimbulkan kesadaran politik,” kata Indra.

News letter