Sekjend IKA UNJ Meragukan Pernyataan Siapapun Bisa Menjadi Guru.
Abdullah Taruna
Sekjend
Pengurus Pusat IKA UNJ Dr. Suherman
Saji, M.Pd., menyampaikan keraguan tersebut
saat membuka diskusi Takrar Pedagogik yang diselenggarakan untuk pertama kalinya
oleh Forum Diskusi Pedagogik (FDP) PP IKA UNJ, Selasa malam, 8 November 2022.
“Saya
kebetulan sering berdiskusi dengan teman yang asalnya itu bukan dari kampus
kependidikan. Di dalam diskusi-diskusi itu saya sering kaget, karena mereka berpendapat yang penting harus diperbaiki itu materinya, kalau soal
ngajar siapapun itu bisa,” ungkap Suherman Saji kepada para peserta Takrar
Pedagogik perdana.
Mendengar
pendapat para alumni perguruan tinggi non kependidikan/ilmu murni itu, Suherman
mengaku terkejut. “Ini tentu mengagetkan bagi saya karena saya alumni dari
perguruan tinggi yang bercirikan kependidikan. Saya yakin bapak dan ibu
semuanya pasti tidak setuju dengan statement dari beberapa
teman dari kampus non kependidikan itu.
Tetapi dari pernyataan itu, kita tentu harus berani memperbaiki diri
sendiri. Meningkatkan kualitas pengetahuan kita, pengetahuan tentang ilmu
kependidikan (pedagogik: Red.), kemudian bagaimana kita bsia mengaplikasikan
dalam arti mengajar dengan lebih baik, tentu peningkatan kualitas itu sangat
ditentukan oleh guru yang berkualitas,” kata Sekjend PP IKA UNJ Suherman Saji.
Dari upaya
untuk meningkatkan kualitas lulusan dari perguruan tinggi yang mendidik para
calon guru itu, Suherman Saji mengajak diskusi sejumlah praktisi pendidikan
dari kampus eks IKIP. “Apakah kita sebagai alumni bisa memberikan kontribusi
kepada peningkatan kualitas guru yang salah satunya itu mungkin disebabkan oleh
bagaimana guru itu bisa fokus mengajar?
Bagaimana guru itu bisa lebih fokus di dalam menyiapkan materi-materi pelajaran.
Orang yang fokus, terhadap apa yang ingin dia lakukan , sebenarnya persiapannya
juga harus fokus. Artinya seorang guru itu harus memiliki ilmu kependidikan
yang memadai melalui proses yang sangat panjang, “ ungkap Suherman.
Menurut
Suherman Saji, dalam sejarahnya, para guru memupuk kemampuan dalam mengajar
dimulai dari pengalaman yang panjang. “Proses panjang itu dimulai dari SPG,
kemudian meningkat menjadi Diploma 2 (D2) dan jenjang sarjana strata 1 (S1), dan
seterusnya sehingga dia sangat piawai dalam memberikan kontribusi
keilmuannya terhadap proses belajar mengajar,” terang Suherman seraya menyebut
bahwa kampus - kampus kependidikan saat
ini menyiapkan guru hanya dalam
waktu singkat.
Jalan panjang
ditempuh guru lulusan SPG hinggga harus menempuh pendidikan jenjang Diploma 2
(S0-2), D-III bahkan S1 setelah pemerintah menyatakan guru lulusan jenjang
setingkat sekolah menengah atas tidak memiliki kualifikasi menjadi guru. SPG
merupakan sekolah guru setingkat sekolah menengah atas, karena itu di kemudian
hari tidak memiliki kualifikasi untuk mengajar di jenjang sekolah dasar maupun
menengah pertama. Pasal 9 Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen menyebutkan ketentuan jenjang pendidikan untuk guru sebagai berikut: “Kualifikasi
akademik sebagaimana dimaksud pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi
program sarjana atau program diploma empat”.
Diploma II (D2/S0-2) adalah jenjang kedua program non gelar
jenis diploma yang
mempunya beban studi minimal 80 sks dan maksimal 90 skss dengan paket kurikulum 4 semester dan lama studi antara 4
sampai 6 semester di atas SMTA. Lulusan
D2 dapat diangkat menjadi guru penuh di SMTP dan dapat melanjutkan ke program
Diploma III.
Sedangkan Diploma III (D3/S0-3) adalah jenjang ketiga
program non gelar jenis diploma yang mempunyai beban studi mnimal 110 sks dan
maksimal 10 sks dengan paket kurikulum 6 semester dan lama stuidi antara 6
sampai 10 semester di atas SMTA. Lulusannya dapat diangkat menjadi guru penuh di
SMTP atau menjadi guru SMTA (Program Kependidikan IKIP Jakarta 1984/1985:6).
Pada periode tersebut, lulusan Kursus B-1 yang ingin
memperoleh geralar Sarjana Pendidikan juga dapat mendaftarkan diri di IKIP
Jakarta dan IKIP Negeri lainnya. Lama pendidikan 7 tahun sudah termasuk lama
studi yang ditempuh di Kursus B-1 (Program Kependidikan IKIP Jakarta 1984/1985:10).
Topik Takrar Pedagogik
Sekjend Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta Dr. Suherman
Saji, M.Pd., mengapresiasi program baru yang dikembangkan oleh Forum Diskusi
Pedagogik (FDP) Pengurus Pusat IKA UNJ. Pengurus Forum Diskusi Pedagogik IKA
UNJ menamakan program ini “Takar Pedagogik”.
“Program kegiatan diskusi bulanan Forum Diskusi Pedagogik
menjadi program andalan dari Pengurus Pusat IKA UNJ. Kenapa saya katakan program andalan? Seperti
kita ketahui, Universitas Negeri Jakarta (UNJ) adalah perguruan tinggi berlatar
belakang eks IKIP Jakarta, yang identik dengan pengembangan pendidikan,
pendidikan guru, dan karena itu diskusi pedagogik menjadi program andalan karena pedagogik itu merupakan ilmu
pendidikan. Para calon guru untuk mendidik para murid sudah seharusnya
menguasai pedagogik. Diskusi pedagogik ini sangat bermanfaat untuk para dosen,
guru dan para calon guru, terutama sangat baik untuk menguatkan identitas
kependidikan kampus UNJ,” kata Suherman Saji.
Mewakili Ketua Umum IKA UNJ Juri Ardiantoro yang sedang
berhalangan karena sedang menyiapkan Perhelatan Internasional KTT para kepala
pemerintahan negara-negara G-20, Sekjend IKA UNJ resmi membuka Tarak Pedagogik
perdana pada Selasa malam, 8 November 2022. Takrar Pedagogik perdana membahas
tema diskusi reboan bulanan 28 September 2022 Forum Diskusi Pedagogik PP IKA UNJ
“Kontribusi Positivisme & Fenomenologi Dalam Pengembangan Ilmu Pendidikan”.
Karena membahas diskusi yang sudah pernah dibahas dalam
reboan Forum Diskusi Pedagogik PP IKA
UNJ, dan melakukan pendalaman atas tema diskusi pedagogik tersebut, maka FDP
IKA UNJ menamakannya sebagai program Takrar Pedagogik.
Diskusi Takrar Pedagogik perdana menghadirkan tiga orang narasumber yang mengkaji pemaparan para narasumber reboan Forum Diskusi Pedagogik Dr. Amin Tohari, M.Si., M.Pd.I. (Dosen Sosiologi FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya), Dr. Gusnarib Wahab, M.Pd. (Dosen UIN Datokarama, Palu, Sulawesi Tengah) dan Dr. Muhammad Ali, M.Psi., (Dosen FKIP Universitas Tanjungpura, Pontianak Kalimantan Barat). Presentasi hasil pendalaman ketiga narasumber tersebut kemudian dibahas oleh dua pakar pedagogik, yaitu Lody F. Paat dan Drs. Jimmy Philip Paat, DEA.
Diskusi Takrar Pedagogik perdana dihadiri oleh para guru,
akademisi dari perguruan tinggi negeri dan swasta dari Ibu Kota Jakarta hingga
kawasan Indonesia Tengah dan Timur. Diskusi yang dipandu oleh Ketua Forum
Diskusi Pedagogik IKA UNJ Abdullah Taruna, S.Pd. berjalan dinamis, dan
berlangsung hingga pukul 24.00 WIB melebih dari batas waktu yang dijadwalkan
yaitu 19.30 WIB s.d. 23.00 WIB.