Refleksi Penerimaan Peserta Didik Baru Sistem Zonasi: Kebijakan Pemerataan Pendidikan dan Dampaknya Bagi Masyarakat.
Fatoni Ihsan[1]
Pemerintah berupaya untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan pemerataan pendidikan melalui kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan mengedepankan prinsip nondiskriminatif, objektif, transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Sebagai pengejawantahan tujuan pendidikan nasional berbasis pemerataan, akhirnya terbitlah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomo 51 tahun 2018 tentang PPDB pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejujuran. Pemerintah daerah berdasarkan hasil musyawarah kerja kepala sekolah, pengawas sekolah, dan cabang dinas pendidikan wilayah telah merumuskan kebijakan dan sistem baru PPDB pada tahun 2020, yakni Sistem Penerimaan Zonasi dengan memperhatikan protokol pandemi covid-19.
Jalur Zonasi merupakan jalur seleksi PPDB dengan menggunakan sistem pembagian wilayah menjadi beberapa zona, dengan mempertimbangkan letak geografis, wilayah administratif, dan letak satuan pendidikan terhadap domisili calon peserta didik. Sementara itu yang dimaksud dengaan zona adalah kawasan atau area yang meliputi beberapa wilayah administratif pemerintahan tingkat kecamatan dan atau desa/ kelurahan dalam jarak terdekat dengan satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah. Seleksi PPDB pada jalur zonasi mengutamakan jarak terdekat domisili calon peserta didik dengan satuan Pendidikan atau sekolah yang dituju, dengan bantuan aplikasi google map.
Permasalahan Empirik
Peralihan paradigma pemerataan system Pendidikan yang dicanangkan melalui system zonasi memiliki beberapa manfaat secara sosial, yaitu: jarak yang dekat dengan sekolah mengurangi kelelahan pada anak, kelompok sosial di sekolah dan di lingkungan tempat tinggal sebagian besar sama, terjalinnya kerjasama antar orang tua karena lebih dahulu mengenal, dan menghilangkan stigma sekolah favorit dan non-favorit. Seiring dengan kerangka tujuan tersebut tentunya harus beriringan dengan pekerjaan rumah pemerintah seperti pemerataan sarana dan prasarana, serta pemerataan pendidik yang berkualitas.
Sementara itu, berbagai fenomena empiris yang terjadi terkait penerapan kebijakan system zonasi 2018 dan 2019 terdahulu. Diantaranya yaitu penyebaran sekolah negeri yang tidak merata di tiap kecamatan dan kelurahan, sehingga menimbulkan diskriminatif baru terhadap siswa yang tempat tinggalnya jauh dari sekolah. Kesiapan infrastruktur dan pendaftaran system online yang minim tenaga ahli juga menjadi kendala di lapangan. Permasalahn terakhir di akar rumput yaitu minimnya sosialisasi sistem PPDB untuk sampai ke calon maupun orang tua peserta didik.
Rekomendasi
Sistem zonasi sebagai peralihan paradigma pendidikan sekaligus kebijakan pemerataan Pendidikan telah 3 tahun dilaksanakan. Oleh karena itu, analisis kebijakan sosial sebagai framework diperlukan, untuk mengkaji secara komprehensif urgensi dan dampak kebijakan sistem zonasi bagi Pendidikan Indonesia secara umum serta dampak bagi masyarakat secara khusus.
Berikut beberapa rekomendasi pilihan kepada Pemerintah dalam rangka menyelesaikan polemik PPDB Sistem Zonasi secara holistik dan berkesinambungan:
a. Pengembangan
Sarana dan Prasarana Pendidikan yang Merata
Prinsip sistem zonasi adalah pemerataan. Berlakunya sistem zonasi ini menjadi tantangan bagi sekolah yang dianggap ‘favorit’. Selama ini sekolah-sekolah favorit selalu menjadi sekolah terbaik karena memang mendapatkan siswa yang cenderung dengan prestasi seragam. Sekolah ‘favorit’ menjadi sekolah terbaik karena yang daftar dan masuk disana adalah siswa-siswa terbaik dari sekolah sebelumnya. Selain itu, suatu fakta yang ada apabila sekolah favorit memiliki sarana dan prasarana pembelajaran yang lengkap dan terbarukan. Hal demikian terjadi karena sekolah dengan label favorit mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah setempat. Simtem zonasi akan berjalan efektif syaratnya apabila Pemerintah meningkatkan pelayanan sekolah melalui pengadaan sarana dan prasarana yang adil dan merata.
b. Peningkatan
Kompetensi Guru dan Mutasi secara Berkala
Syarat kedua untuk menunjang pembelajaran yang baik yaitu peningkatan kompetensi guru di secara berkelanjutan, baik melalui diklat, MGMP, maupun pelatihan inovasi pembelajaran. Peningkatan kompetensi guru ini perlu digulirkan pemerintah dengan tujuan agar tidak ada lagi label-label sekolah favorit yang menumpuk guru dan siswa dari manapun dengan harapan bahwa setiap sekolah menjadi favorit atau menjadi sekolah yang utama bagi daerahnya masing-masing. Karena tantangan besar bagi guru yang menyelenggarakan pembelajaran di kelas bersama siswa dengan nilai tertinggi hingga terendah, dan disitulah sistem pembelajaran di sekolah tersebut akan di uji.
c. Sosialisasi PPDB Menjangkau Seluruh Lapisan Masyarakat
Jika
dahulu yang kecewa umumnya wali murid yang nilai dan prestasi anaknya tidak
terlalu tinggi, dan itu dianggap biasa. Namun permasalahannya kini justru anak
yang dianggap berprestasi – terpaksa kecewa setelah ditolak sekolah karena
persoalan zonasi dan ketidaktepatan memilih jalur masuk. Pemerintah dan pihak
sekolah perlu melakukan sosialisasi terkait peraturan dan beberapa jalur
penerimaan peserta didik di Sekolah. Sosialisasi yang intensif dan menjangkau
segala lapisan masyarakat menjadi hal yang vital agar masyarakat bisa menyusun
strategi yang tepat agar calon siswa bisa diterima di sekolah yang diinginkan
baik melalui jalur zonasi, prestasi, maupun jalur khusus ABK.