Juri Ardiantoro: Perubahan UU Sisdiknas Harus Diarahkan Pada Dua Tujuan Visi Presiden Jokowi


 Abdullah Taruna

“Dengan demikian kang Enggar, rasanya sudah positif untuk IKA UPI dan UNJ menyelenggarakan kegiatan pertemuan organisasi alumni LPTK (Universitas Eks IKIP IKIP Negeri) se-Indonesia pada minggu ketiga bulan Juli,” kata Moderator Diskusi Dr. Achmad Husen,  M.Pd, yang segera dikonfirmasi oleh Dr (HC) Enggartiasto Lukita, Ketua Umum PP IKA UPI.

Kesepakatan tersebut dicapai dalam diskusi online Forum Diskusi Pedagogik Pusat Kajian Pedagogik IKA UNJ oleh keenam narasumber yang mewakili institusi masing-masing, yaitu: Ketua Umum PP IKA UNJ Juri Ardiantoro, Ph.D, perwakilan PP IKA Unimed Prof.Dr. Syawal Gultom, M.Pd,  Ketua Umum PP IKA UPI Dr.(HC) Drs.  Enggartiasto Lukita,  perwakilan DPP IKA UNM  Prof. Dr. H. Hasnawi Haris, M.Hum, dan Ketua Umum PB PGRI Prof. Dr. Unifah Rasyidi, M.Pd, dan  Pembina Forum Diskusi Pedagogik IKA UNJ Drs. Jimmy Philip Paat, DEA.

Dalam diskusi ilmu pendidikan bertema “Urgensi Eksistensi LPTK Dalam RUU Sisdiknas” tersebut, Sekjend PP IKA UNJ Dr. Suherman Saji, M.Pd, juga menyampaikan bahwa pihaknya juga akan membahas perluasan dukungan untuk memperjuangkan agar LPTK sebagai perguruan tinggi pendidikan guru klausulnya masuk dalam RUU Sisdiknas telah disampaikan kepada para ketua umum IKA perguruan tinggi negeri yang tergabung di dalam Himpuni. “Para ketua alumni perguruan tinggi negeri baik eks IKIP, maupun perguruan tinggi ilmu murni akan turut ambil bagian dalam pertemuan tersebut”, kata Suherman di depan hadirin peserta diskusi yang dihadiri para guru alumni IKIP, para profesor, dan Pakar Pendidikan Nasional, di antaranya Prof. Dr. A. Suhaenah Suparno, Prof. Dr. Bedjo Sujanto, Prof.Dr. H. Said Hamid Hasan, M.A, dan para akademisi dari perguruan tinggi lainnya.

Berdasarkan salah satu butir  kesimpulan diskusi Forum Diskusi Pedagogik IKA UNJ, rekomendasi agenda pertemuan tersebut adalah menjalankan dua langkah besar: politik, dan teoritik untuk memasukkan klausul LPTK dalam RUU Sisdiknas. Langkah Politik yang disepakati adalah pengurus IKA LPTK dan para rektor Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Nasional/ Perkumpulan Perguruan Tinggi Kependidikan (PPTKN) harus merumuskan konsep-konsep secara filosofis, subtantif, metodologis, dan teknis  tentang bagaimanakah LPTK ke depan harus dikelola. Sementara langkah-langkah  teoritik, sebagaimana dibacakan moderator, yaitu merumuskan naskah akademik yang lebih komprehensif. “Sehingga secara politis, dan teoritis bertemu untuk mewujukan tujuan memasukkan klausul LPTK dalam RUU Sisdiknas hingga menjadi Undang-undang Sisdiknas,” kata Achmad Husen membacakan kesimpulan di akhir diskusi.

Rekomendasi pentingnya penyelenggaraan pertemuan nasional tersebut merupakan buah pendapat keenam narasumber dan para pakar pendidikan nasional yang menghadiri diskusi online FDP IKA UNJ. Ketua Umum PP IKA UNJ menyatakan ketiadaan LPTK di dalam RUU Sisdiknas menunjukkan bahwa LPTK telah ‘mati’ secara undang-undang. Juri menyambut baik upaya perubahan RUU Sisdiknas yang sudah berumur sekitar 19 tahun sejak diundangkan.

Namun seharusnya, kata Juri, perubahan undang-undang pendidikan itu diarahkan pada dua tujuan visi presiden: yakni, bagaimana menjadi dasar, dan menjadi pegangan kita dalam membangun sumber daya manusia ke depan, kedua menata regulasi – regulasi yang selama ini bertebaran. Kenyataannya, pada subtansi RUU terdapat beberapa kontroversi, salah satunya LPTK sebagai perguruan tinggi pendidikan guru tidak di-mention di dalam RUU Sisdiknas. “Lalu apa bedanya lulusan sarjana pendidikan dengan sarjana umum jika untuk menjadi guru sama-sama harus melalui PPG ? Perubahan ini seharusnya memperbaiki pasal yang dirasakan tidak adil untuk para sarjana pendidikan,” ungkap Juri Ardiantoro. 

Terkait dengan kelemahan Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang memberi pengakuan pada LPTK pada Pasal 1 butir 14, namun pada saat yang sama menafikan pengadaan guru model concurrent dengan menonjolkan model pengadaan guru consecutive melalui PPG pada Pasal 8 itu,  Pembina Forum Diskusi Pedagogik PKP IKA UNJ, Drs. Jimmy Philip Paat, DEA, menyatakan Sebenarnya dari tiga Undang-undang Pendidikan yang sedang diintegrasikan, salah satu ada yang cacat jika pandangan kita merujuk tulisan Pak Rakajoni sekitar 15 tahun yang lalu.  “Cacatnya di mana sebenarnya? Nah kalau Undang-undang Guru dan Dosen itu saja cacat, maka itu mungkin juga semakin cacat kalau kita melihat RUU Sisdiknas ,” kata Jimmy.

Jimmy melanjutkan, mencermati RUU Sisdiknas, terasa tidak berakar. “Saya mau menggarisbawahi yang dikaitkan oleh Pak Rektor tadi (Pidato Keynote Speaker Rektor UNJ Prof. Dr. Komarudin Syahid: Red.) Pak Rektor tadi mengatakan, undang-undang kita ini sebaiknya  ada rasa, ada aroma, ada akar kenasionalan. Tapi di Rancangan undang – undang ini tidak ada akar, seperti dikatakan oleh Pak Komarudin tadi. Kita sebenarnya kalau bicara pendidikan yang bisa dijadikan rujukan kalau membuat undang-undang menurut saya mestinya harus merujuk Ki Hadjar Dewantara. “Aneh ada Undang-undang Pendidikan disusun tanpa merujuk Ki Hadjar Dewantara,” ungkap Jimmy.

Rektor Universitas Negeri Jakarta Prof. Dr. Komarudin, M.Si, menyatakan RUU Sisdiknas 2022 belum menunjukkan filosofi yang sesuai harapan kita, karena di dalamnya tidak membahas detil dasar filsafat pendidikan, baik universal maupun khas Indonesia. RUU Sisdiknas 2022 memang menyebutkan secara lengkap filosofi pendidikan, tapi yang kita harapkan filosofinya itu masuk di dalam batang tubuh, dalam bab, pasal-pasal dan ayat, bukan hanya penjelasan. Oleh karena itu kami mengharapkan dalam RUU Sisdiknas 2022 harus tetap dicantumkan dan dipertegas lagi, “dalam pendidikan berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.

“Tentu saja yang berakar pada nilai agama dan kebudayaan nasional, sosio budaya bangsa kita. Sebagaimana sudah ada dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.  Tidak kalah pentingnya selain dasar filosofis dalam RUU Sisdiknas adalah Pancasila, maka landasan sosiologisnya adalah Sosio Budaya Bangsa, dan  landasan Konstitusionalnya UUD 1945.  Itu harus menjadi rujukan di dalam penyusunan RUU Sisdiknas. Jadi nilai filosofis, konstitusi, dan sosio budaya bangsa harus ada di dalam RUU Sisdiknas,” kata Komarudin.

Menurut Komarudin, persepsi LPTK yang seolah-olah tidak ada perannya memang jelas sekali dalam RUU Sisdiknas 2022. Jika semangat RUU Sisdiknas 2022 sebagai Omnibus Law di bidang pendidikan, maka juga harus mencantumkan aturan terkait LPTK. Ketiadaan klausul LPTK ini harus disikapi secara bijaksana: Diperjuangkan agar masuk, dan LPTK harus melakukan revitalisasi dirinya.  “Keberadaan RUU Sisdiknas 2022, harus dipandang sebagai  semacam “lampu kuning” bagi LPTK.  Jika tidak melakukan evaluasi dan revitalisasi, RUU Sisdiknas bisa menjadi “lampu merah” bagi LPTK,” kata Komarudin.

Menurut Komarudin, revitalisasi LPTK itu merupakan keharusan. “Jika upaya strategis revitalisasi LPTK sebagaimana telah diuraikan tidak segera dilaksanakan, bukan tidak mungkin LPTK akan kehilangan peran bukan hanya di RUU Sisdiknas 2022 tetapi juga dalam sistem pendidikan nasional,” ungkap Rektor UNJ, Komarudin. 

Senada dengan Komarudin, Ketua Umum PP IKA UPI, Dr. (HC) Enggartiasto Lukita, sepakat bila revitalisasi LPTK tidak bisa ditunda-tunda lagi. “Kita harus melakukan evaluasi dulu, bagaimana melakukan evaluasi atas kinerja - kinerja LPTK, agar mampu menyiapkan lulusan agar mampu menguasai dua subjeck utama: yaitu subject content knowledge, dan pedagogical content knowledge. Kita harus jujur ada persoalan cukup besar, yaitu mengendalikan pertumbuhan LPTK swasta. Dan keseimbangan antara supply dan demand guru, jumlah mahasiswanya. Berjamurnya LPTK swasta, saya pakai bahasa terang saja,  yang abal-abal, yang asal cepat mengeluarkan sertifikat tampaknya perlu ditertibkan, dan kita mendorong pemerintah untuk mengambil langkah untuk itu,” ungkap Enggartiasto.

Terkait dengan ketiadaan klausul LPTK di RUU Sisdiknas, Menteri Perdagangan RI 2016-2019 memberikan komentar yang fundamental dalam presentasinya. “Mau dibawa ke mana pendidikan nasional kalau LPTK tidak ada dalam RUU Sisdiknas ? tanya Enggar.

Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd, menggambarkan betapa telah berkembang pikiran-pikiran yang memandang kenapa pendidikan guru harus melalui universitas eks IKIP. Kenapa tidak cukup dengan melalui training-training saja. “Pendapat seperti itu banyak dan mungkin sudah banyak mempengaruhi diskusi-diskusi penyusunan RUU Sisdiknas. Kita selalu sepakat bahwa pendidikan guru, mulai dari S1  pendidikan akademik,  itu satu paket dengan pendidikan profesi. Tidak mungkin mencetak guru dengan PPG yang satu tahun itu. Diskursus yang kita lakukan selama ini, bahwa pendidikan guru ini akan mendapat perhatian besar di Indonesia. Sebab tidak ada kemajuan negara melebihi kemajuan pendidikannya. Tidak pula bisa kemajuan pendidikan melebihi pendidikan gurunya,” ungkap Ketua Senat Universitas Negeri Medan, yang juga Ketua Pembina PP IKA Unimed.

Senada dengan kelima narasumber lainnya, Sekjend DPP IKA Universitas Negeri Makasar, Prof. Dr. Hasnawi Haris, M.Hum, menegaskan klausul LPTK merupakan keniscayaan untuk masuk RUU Sisdiknas. “Kalau kita melihat model pendidikan guru di manapun, kalau itu masih model pendidikan calon guru model concurrent ataupun consecutive, maka sesungguhnya secara filosofis keberadaan LPTK adalah sebuah keniscayaan. Tidak ada lembaga yang punya otoritas untuk bisa melaksanakan model pendidikan calon guru, kalau keberadaan LPTK kemudian tidak memiliki kewenangan yang kuat. Ini perlu menjadi perhatian kita semua,” ungkap Hasnawi, Warek I UNM. 

Syawal Gultom mengusulkan agar pengadaan guru nantinya semi kedinasan, dari mulai S1 akademiknya sampai dengan PPG-nya. Jadi Undang-Undang No. 14 tahun 2005 juga harus direvisi, tidak perlu ada pasal 8 seperti itu, kalaupun ada, seluruhnya yang menjadi guru itu harus kita rintis dari hulunya.

“Jadi saya fokus pada posisi seperti itu, supaya diskusi hari ini merumuskan tawaran-tawaran konkret seperti apa, tawaran saya konkretnya  kita rumuskan dulu yang benar dari hulu sampai ke hilir, baru kita menerobos barrier-bariernya yang mana yang bisa kita masuki. Itu dulu tawaran konkret dari saya Pak Moderator,” kata Syawal mengembalikan sesi bicaranya kepada Achmad Husen, moderator diskusi. 

 

News letter