Juri Ardiantoro : Kebutuhan Pendidikan Tak Bisa Dipenuhi Dari Aspek Teknologi Saja


Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta, Juri Ardiantoro, Ph.D., menyampaikan hal itu dalam sambutan reboan Forum Diskusi Pedagogik (FDP) IKA Universitas Negeri Jakarta  secara online pada Rabu, 31 Maret 2021. 

Dalam diskusi pedagogik bertema "Solusi Krisis Pedagogik Dalam Pembelajaran Jarak Jauh",  alumni Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta Angkatan 1992 ini menjelaskan maksud pernyataannya. Menurutnya,  teknologi baru bisa memenuhi salah satu aspek saja dari kebutuhan pendidikan, "Yakni kognisi (transfer ilmu dan pengetahuan) saja, belum menyentuh aspek penting lainnya yakni afeksi (nilai-nilai, dan pembentukan karakter) dan juga psikomotorik untuk menggali dan mengembangkan potensi kepemimpinan, tanggung jawab dan penyelesiaan masalah," kata  doktor sosiologi lulusan Universitas Kebangsaan Malaysia ini menyebut Taksonomi Bloom.

Masalahnya, selama pandemi, proses belajar mengajar memang telah dipenuhi dengan cara pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan menggunakan perangkat teknologi informasi. "Sekilas masalahnya selesai, bahkan kadang dianggap sebagai momentum transformasi pendidikan berbasis teknologi informasi atau digital. Namun, jika bicara soal pendidikan, maka sejatinya belum dapat dikatakan sudah terpenuhi hak didik atau hak belajar anak-anak didik kita," ungkapnya.

Berkaitan dengan permasalahan itu, menurut Juri Ardiantoro, dunia pendikan harus cepat merespon semua kebutuhan dan tantangan akibat pandemi covid-19 yang melanda dunia dan Indonesia setahun terakhir. Salah tantangan terbesarnya, kata Juri Ardiantoro, memenuhi kebutuhan yang diperlukan untuk memenuhi proses belajar mengajar baik di kampus maupun di sekolah. 

Komunikasi Intensif  Sekolah Dengan Orang Tua.

Menurut Juri Ardiantoro, dua kebutuhan terakhir dapat dipenuhi dengan baik jika ada proses yang intens sekurang-kurangnya antara tiga pihak, bahkan empat pihak, yakni anak didik, guru, orang tua dan lingkungan. Interaksi intens inilah yang akan memonitor perkembangan anak, memeriksa potensi diri anak sekaligus memitigasi aspek-aspek yang dianggap perlu diperbaiki, dan juga mendorong dan memfasilitasi potensi, bakat, minat dan pilihan-pilihan anak didik setelah lulus. 

"Interaksi intens ini juga dapat mengasah potensi kepemimpinan, yakni kemampuan mengenali problem-problem yang dihadapai dan mampu mencari berbagai alternatif penyelesaian dan membuat keputusan atas apa yang diyakininya," ungkap alumni Program Master Sosiologi Universitas Indonesia ini.

Masalahnya, lanjut Juri Ardiantoro,  bagaimana komunikasi intens ini dapat berlangsung? Tentu saja harus ada yang membangun inisiatif. Yang paling mungkin dan mudah dikelola adalah institusi sekolah. Sekolah harus dapat menyiapkan guru-guru yang dapat mengadaptasi pola baru ini, menyiapkan perangkat dan mekanisme komunikasi dengan orang tua, bahkan sekolah dapat menyiapkan kurikulum atau program belajar dengan metode ini. "Dengan cara ini krisis pedagogik berupa hilangnya fasilitasi, pendampingan, dorongan, reward, dan punishment kepada anak didik dapat diatasi dan dihidupkan kembali. Tujuan pembelajaran dan aspek pedagogik dapat dicapai," kata Juri Ardiantoro. 

Usai Ketum IKA UNJ menyajikan sekapur sirih kepada para pembicara dan peserta diskusi dari berbagai sekolah dan perguruan tinggi di Indoensia, Rektor Universitas Negeri Jakarta, Prof. Dr. Komarudin Sahid, M.Si., memaparkan pidato ilmiah bertema "Solusi Krisis Pedagogik Dalam Pembelajaran Jarak Jauh". Komarudin menawarkan empat solusi untuk mengatasi krisis pedagogik dalam PJJ, salah satunya adalah "Ciptakan Pembelajaran Jarak Jauh/Daring dengan  metode yang menarik-interaktif dan yang menghidupkan rasa empati serta semangat untuk memberi yang terbaik di tengah keterbatasan-krisis pandemi, dengan menerapkan Techno-Emancipation Pedagogic (TEP)".

Diskusi berlangsung sangat menarik. Para peserta pun penuh antusias merespon melalui chat dengan pertanyaan-pertanyaan. Satriwan Salim, S.Pd., M.Si., selaku moderator menggugah suasana reboan pedagogik menjadi hangat. Ketiga pembicara pun semuanya tampil menarik. Tampil menyajikan pemikiran dan pengalaman pertama adalah Siti Hidayati R, S.Pd.  (Guru SD Perguruan Cikini/ Pengurus P2G DKI Jakarta), lalu kemudian disusul Dr. Robinson Situmorang,  M.Pd. (Dosen Teknologi Pendidikan FIP Universitas Negeri Jakarta), dan Prof. Dr. Gorky Maximus Sembiring,  M.Sc.  (Guru Besar Universitas Terbuka). 

Drs. R.A. Hirmana Wargahadibrata, M.Sc.Ed. Dosen Teknologi Pendidikan FIP UNJ sebagai Peserta Aktif  mengajukan refleksi pemikirannya terkait situasi PJJ masa pandemik, dan juga pertanyaan-pertanyaan. Penanggap berikutnya yang juga turut membuat diskusi semakin menarik adalah Jimmy Philip Paat, D.E.A., dosen pembimbing FDP IKA UNJ. 


  

News letter