Bakso Matador

Oleh: Endin AJ. Soefihara

Bakso, makanan khas Indonesia untuk segala umur, tak mengenal suku ataupun etnis, pangkat ataupun golongan. Jenis makanan bola daging ini, biasanya terbuat dari  tepung terigu bercampur daging giling, dihidangkan dengan kuah panas ditambah bumbu penyedap cocok menjadi santapan penghangat.

 

Sajian bakso  ini bisa ditemukan di mana saja di bilangan restoran berbintang ataupun penjaja kaki lima. Berbeda dengan Bakso Matador mesti pergi ke nun jauh ke sana, yakni ke negeri Spanyol.

 

Dulu, sekitar abad ketujuh sewaktu negeri ini bernama Andalusia punya pemimpin bernama Musha bin Nushair dan Tariq Abdul Aziz, kedua tokoh ini menyebarkan Islam ke hampir seluruh semenanjung Iberia. Jejak peninggalan Islam di sini masih  tegak berdiri, seperti  Masjid Cordova (Mosquita) yang berubah menjadi gereja, Istana Alhambra dan Katedral di Sevilla.  lslam di Andalusia luluh lantak pada pertengahan abad ke – 17. Pada  awal-awal runtuhnya Islam, yaitu sewaktu Andalusia dipimpin Raja Philip II, sekitar tahun 1560 an masehi. Raja ini mengeluarkan aturan larangan mandi bagi kaum muslimin. Siapa saja yang kedapatan mandi atau ada tanda-tanda bekas mandi akan mengalami hukuman.

 

Konon. Menurut sohibul hikayat  Ratu Elizabeth penguasa Britania Raya sekarang asal usulnya dari Spanyol yang beragama Islam. Ayah Elizabeth bernama George VI, punya bapak George V, punya kakek Edward VII, terus ke atas ada nama Queen Victoria, Edward Duke of Kent, Frederick Prince of Wales, Sophia Electress of Hanover, Mary Queen of Scots, Richard of Conisburgh Eart of Cambridge,  Isabela Perez of Castille, Maria Juana de Padilla, Maria fernandes de Henestrosa, Sancha Rodrigus de Lara kemudian Zaida yang  berganti nama menjadi Isabela keturunan dari King of Sevilla, yaitu Abu Al-Qosim Muhammad bin Abbad bin Amr bin Aslan bin Itlaf bin Naim Al-Lakhmi.

 

Serombongan delegasi muhibah asal nusantara bercampur dengan turis antar bangsa tengah bergerombol di depan Bulls Ring El-Estadio, tempat pertandingan adu kuat antara banteng dan manusia, di pinggir Kota Madrid, Spanyol.

 

Satu jam yang lalu, mereka usai menyaksikan seekor banteng besar patah lehernya dipiting seorang Matador muda kelahiran Almeria pesisir semenanjung Mediterania. Bangunan stadion ini arsiteknya masih menyisakan tanda-tanda peninggalan Andalusia  abad sepuluh Masehi.

 

Tariq Suwaidan, penulis buku dari Puncak Andalusia – menyebutkan bahwa dulu sebelum bernama Andalusia daerah ini banyak dihuni oleh kaum vandal, kebiasaan orang –orang ini berlomba berbuat dzalim, bersaing mendapatkan harta dan kemewahan serta tempat ini menjadi pemukiman kaum vandal,  maka disebutlah sebagai Vandalusia. Orang Arab yang datang kemudian meringkasnya menjadi Andalusia.


Bagi pengunjung Bull Fighting tak lengkap bila wisata di arena stadion ini tidak diakhiri dengan menikmati hidangan daging rebus panas sajian Cornido La Cafetaria, yang letaknya di pojok selatan stadion, sebut saja namanya “Bakso Matador”Menu ini tidak selalu tersedia, karena akan sangat tergantung dengan ada atau tidaknya seekor banteng yang terbantai.

 

Sajian sepesialnya sangat khas, yaitu terpedo banteng yang ditaklukan oleh matador. Torpedo banteng yang satu jam lalu dibantai matador,  kini sudah tersaji dalam mangkok–mangkok, dibanjiri air kaldu ditambah sedikit cairan minyak zaitun.

 

“Nikmatnya luar biasa, dan boleh diulang,” ikrar semua anggota rombongan. Zaman dulu, sajian ini biasa menjadi menu pendorong semangat pelaut Spanyol untuk mencari daerah taklukan baru. Konon dalam pelayaran Columbus mencari benua baru, bakso matador menjadi santapan spesial.

 

“Sebelum pulang kita sempatkan ke sini lagi ya...,” usul kepala rombongan.  Beberapa jam menjelang kepulangan  sebelum menuju bandara Adolfo Suares Barajas Madrid, di tempat yang sama seluruh rombongan duduk melingkar dengan semangkok bakso di tangan masing–masing.

 

Mungkin karena sudah yang kedua kali, rasanya tidak begitu nendang, “iya dagingnya terasa kenyal,” celetuk anggota rombongan perempuan politisi dari  partai berkuasa, “tapi kan habis juga,” sergah anggota yang lain lagi.

 

“Bila terasa beda rasa dengan waktu kunjungan pertama, harap maklum, karena jamuan ini terpaksa kami berikan menjelang kepulangan para tamu terhormat,” ungkap juru masak bernama Dos Marios Baecos yang sdh belasan tahun mengolah menu ini, ujarnya sambil menunduk.

 

Seorang anggota rombongan bertanya “kenapa rasanya tidak selezat saat kunjungan pertama”.  “Sebagai informasi,” juru masak melanjutkan penjelasannya, “ bila kurang lezat, mohon maklum, pertarungan satu jam yang lalu kebetulan yang kalah Matadornya”......,” Hah....!!??!!  

 

*Penulis, Ketua Umum IKA-UNJ 2004 – 2010.

 Foto: Kortesi Republika

News letter